Rabu, 06 Maret 2013

menaksir berat badan sapi

Jual-beli hewan kurban pada praktiknya lebih banyak dilakukan dengan cara ditaksir. Calon konsumen cukup menilik (memeriksa) dengan cara mengamati secara visual performa hewan kurban dan ketika dirasa cocok, transaksi pun jadi.


Untuk mendapatkan hewan kurban ideal yakni gagah, sehat, cukup umur dan memiliki bobot yang diinginkan harus dilakukan melalui pemeriksaan fisik (antemortem) secara detail. Begitu pula untuk memastikan secara akurat berat badan atau umur ternak diperlukan timbangan ternak dan kartu catatan riwayat hidup ternak (recording) mirip akta kelahiran.

Akan tetapi, mengharapkan semua hal di atas pada pedagang hewan kurban di pinggir jalan sesuatu yang hampir mustahil. Timbangan hewan cukup berat dan mahal, biasanya dimiliki perusahaan peternakan besar. Sementara peternak kita belum terbiasa melakukan pencatatan (recording) terhadap ternak miliknya, sehingga umur ternak sulit diketahui.

Namun, kita tak perlu pesimis. Teknik menaksir ternak biasa dilakukan oleh para blantik dan diuji-cobakan para peneliti ternyata memberikan hasil mendekati kondisi hewan sebenarnya. Dengan cara menaksir, kondisi fisik, bobot badan, maupun umur hewan kurban dapat segera diketahui sebagai syarat sah ibadah kurban.

Pada hakikatnya, begitu kita tiba di lokasi penjualan hewan kurban, kita sudah dihadapkan pada proses menaksir, yakni melihat, mengamati, dan memeriksa kondisi fisik hewan kurban secara visual. Agar pemeriksaan lebih objektif, si pemeriksa harus berada sekitar 1-2 meter dari objek. Hewan harus ditempatkan di tempat rata. Bila berada di lokasi lebih tinggi dari si pemeriksa akan berkesan lebih besar. Sebaliknya tampak lebih kecil bila ditempatkan di tanah lebih rendah.

Dengan pengamatan visual saja, hewan kurban sudah bisa dilihat dari segi kesehatan: sehat, sakit atau cacat. Hewan sehat dicirikan oleh bentuk tubuhnya standar (normal), mata jernih, perangai lincah, nafsu makan baik - dicoba dengan memberi hijauan - dan warna kulit cerah. Sebaliknya gejala hewan sakit dapat diamati tampak lendir pada mata, hidung, atau anus; sorot matanya sayu; kurus karena nafsu makan rendah; dan gerakannya lambat. Hal ini perlu diwaspadai, karena meskipun Indonesia dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku (1986) dan sapi gila (2002), namun belum terbebas dari penyakit zoonosis lainnya yaitu antraks. Beberapa daerah masih menjadi endemik penyakit disebabkan bakteri Bachillus Anthracis ini.
Untuk hewan kurban, Rasulullah SAW melarang hewan cacat. Tanduk pecah, kaki pincang atau telinga putus dapat dilihat secara kasatmata. Sementara hewan dengan kondisi buta dapat dicoba dengan mengibaskan telapak tangan di dekat bola matanya, bila tidak berkedip maka dipastikan buta dan tidak sah untuk hewan kurban.

menaksir berat dan umur
Bila dicermati, penampang tubuh sapi dan domba menyerupai bentuk geometris berupa tabung. Untuk mencari volume tabung harus diketahui luas alas dan tinggi. Dalam hal ini, lingkar dada hewan dapat diasumsikan sebagai luas alas dan panjang badan sebagai tinggi. Lingkar dada diperoleh dengan melingkarkan seutas tali di belakang gumba melalui belakang belikat. Sementara panjang badan diukur dari bahu hingga penonjolan tulang duduk. Dengan memperhatikan volume organ kepala, kaki, ekor, dan massa jenis daging atau jeroan bakal diperoleh pendekatan untuk memperoleh berat hewan sebenarnya.

Melalui berbagai percobaan, Schoorl menemukan rumus untuk mengetahui berat badan dengan cukup mengetahui satu komponen, yakni lingkar dada. Rumus itu dinamai namanya sendiri rumus Schoorl yaitu Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) + 22}dikuadratkan dibagi 100. Sementara Scheiffer mengadopsi rumus tabung dengan menampilkan formula, yakni Bobot Badan (lubels) = {lingkar dada (inchi) kuadrat x panjang badan} (inchi) dibagi 300. Rumus ini disesuaikan oleh Lambourne dengan mengonversi ke dalam satuan yang cocok dengan kehidupan masyarakat kita, yakni Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) kuadrat x panjang badan (cm)} dibagi 10840.

Sejumlah peneliti mencoba membuktikan keakuratan rumus-rumus itu diuji-cobakan terhadap beberapa kelompok sapi antara bobot taksir dan bobot timbangan. Hasilnya rumus Scheiffer dan Lambourne lebih mendekati berat real sapi sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Schoorl tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen. Perbedaan perhitungan berat pada mahluk hidup adalah wajar, karena bobot hewan sangat dipengaruhi situasi dan kondisi lingkungan, yakni gelisah (stress), habis makan, banyak minum atau baru buang feses. Hewan yang ditimbang sekalipun, akibat buruk perlakuan dan pengangkutan dapat menyebabkan susut tubuh 5-10%.

Dengan memperoleh angka taksiran bobot hidup, maka persentase karkas dan daging dapat segera diketahui. Karkas sapi berkisar 47-57 persen dari bobot hidupnya dan daging 75 persen dari karkas. Karkas adalah potongan daging tulang tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan. Untuk domba persentase karkasnya sekitar 45 persen dan dagingnya 75 persen dari karkas. Kalkulasi ini sangat penting untuk dapat memperkirakan jumlah daging dibandingkan jumlah mustahik (penerima daging kurban) juga dapat dijadikan perbandingan harga apakah hewan kurban yang dibeli terlalu mahal atau tidak dibanding harga pasaran.

Satu lagi penting kemampuan menaksir amat penting sebagai syarat sah hewan kurban yaitu menaksir umur. Umur ternak dapat diketahui berdasarkan susunan gigi geliginya. Mintalah si penjual memperlihatkan susunan gigi seri (berada di rahang bawah). Bila gigi seri dewasa telah tumbuh (tampak besar dan kuat seperti kapak, gigi susu kecil-kecil seperti sisir jagung muda), maka hewan dipandang dewasa/cukup umur (musinnah). Pada domba dan kambing perubahan ini terjadi pada umur 1-1,5 tahun dan sapi 2-2,5 tahun.

Kemampuan menaksir ini akan semakin baik dan hasil makin akurat bila sering diasah. Bagi yang sudah mahir seperti blantik atau bakul hewan, kegiatan menaksir hewan cukup ditilik dari atas mobil atau sepeda motornya. Paling banter mereka cukup meraba punggung untuk menentukan gemuk atau kurus.
  

rumus Schoorl yaitu Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) + 22}dikuadratkan dibagi 100. Sementara Scheiffer mengadopsi rumus tabung dengan menampilkan formula, yakni Bobot Badan (lubels) = {lingkar dada (inchi) kuadrat x panjang badan} (inchi) dibagi 300. Rumus ini disesuaikan oleh Lambourne dengan mengonversi ke dalam satuan yang cocok dengan kehidupan masyarakat kita, yakni Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) kuadrat x panjang badan (cm)} dibagi 10840.

Berikut cara mengukur lingkar dada dan panjang badan:




Tidak ada komentar:

Entri yang Diunggulkan

BANGSA BANGSA TERNAK BABI

            Pembangunan petrnakan merupakan bagia pembangunan nasional yang penting, karena salah satu tujuan pembangunan peternaka...