Jual-beli hewan kurban pada praktiknya lebih banyak dilakukan dengan cara
ditaksir. Calon konsumen cukup menilik (memeriksa) dengan cara mengamati secara
visual performa hewan kurban dan ketika dirasa cocok, transaksi pun jadi.
Untuk mendapatkan hewan kurban ideal yakni gagah, sehat, cukup umur dan
memiliki bobot yang diinginkan harus dilakukan melalui pemeriksaan fisik (antemortem)
secara detail. Begitu pula untuk memastikan secara akurat berat badan atau umur
ternak diperlukan timbangan ternak dan kartu catatan riwayat hidup ternak (recording)
mirip akta kelahiran.
Akan tetapi, mengharapkan semua hal di atas pada pedagang hewan kurban di
pinggir jalan sesuatu yang hampir mustahil. Timbangan hewan cukup berat dan
mahal, biasanya dimiliki perusahaan peternakan besar. Sementara peternak kita
belum terbiasa melakukan pencatatan (recording) terhadap ternak
miliknya, sehingga umur ternak sulit diketahui.
Namun, kita tak perlu pesimis. Teknik menaksir ternak biasa dilakukan oleh para
blantik dan diuji-cobakan para peneliti ternyata memberikan hasil mendekati
kondisi hewan sebenarnya. Dengan cara menaksir, kondisi fisik, bobot badan,
maupun umur hewan kurban dapat segera diketahui sebagai syarat sah ibadah
kurban.
Pada hakikatnya, begitu kita tiba di lokasi penjualan hewan kurban, kita sudah
dihadapkan pada proses menaksir, yakni melihat, mengamati, dan memeriksa
kondisi fisik hewan kurban secara visual. Agar pemeriksaan lebih objektif, si
pemeriksa harus berada sekitar 1-2 meter dari objek. Hewan harus ditempatkan di
tempat rata. Bila berada di lokasi lebih tinggi dari si pemeriksa akan berkesan
lebih besar. Sebaliknya tampak lebih kecil bila ditempatkan di tanah lebih
rendah.
Dengan pengamatan visual saja, hewan kurban sudah bisa dilihat dari segi
kesehatan: sehat, sakit atau cacat. Hewan sehat dicirikan oleh bentuk tubuhnya
standar (normal), mata jernih, perangai lincah, nafsu makan baik - dicoba
dengan memberi hijauan - dan warna kulit cerah. Sebaliknya gejala hewan sakit
dapat diamati tampak lendir pada mata, hidung, atau anus; sorot matanya sayu;
kurus karena nafsu makan rendah; dan gerakannya lambat. Hal ini perlu
diwaspadai, karena meskipun Indonesia dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku
(1986) dan sapi gila (2002), namun belum terbebas dari penyakit zoonosis
lainnya yaitu antraks. Beberapa daerah masih menjadi endemik penyakit
disebabkan bakteri Bachillus Anthracis ini.
Untuk hewan kurban, Rasulullah SAW melarang hewan cacat. Tanduk pecah, kaki
pincang atau telinga putus dapat dilihat secara kasatmata. Sementara hewan
dengan kondisi buta dapat dicoba dengan mengibaskan telapak tangan di dekat
bola matanya, bila tidak berkedip maka dipastikan buta dan tidak sah untuk
hewan kurban.
menaksir berat dan umur
Bila dicermati, penampang tubuh sapi dan domba menyerupai bentuk geometris
berupa tabung. Untuk mencari volume tabung harus diketahui luas alas dan
tinggi. Dalam hal ini, lingkar dada hewan dapat diasumsikan sebagai luas alas
dan panjang badan sebagai tinggi. Lingkar dada diperoleh dengan melingkarkan
seutas tali di belakang gumba melalui belakang belikat. Sementara panjang badan
diukur dari bahu hingga penonjolan tulang duduk. Dengan memperhatikan volume
organ kepala, kaki, ekor, dan massa jenis daging atau jeroan bakal diperoleh
pendekatan untuk memperoleh berat hewan sebenarnya.
Melalui berbagai percobaan, Schoorl menemukan rumus untuk mengetahui berat
badan dengan cukup mengetahui satu komponen, yakni lingkar dada. Rumus itu
dinamai namanya sendiri rumus Schoorl yaitu Bobot Badan (kg) = {lingkar dada
(cm) + 22}dikuadratkan dibagi 100. Sementara Scheiffer mengadopsi rumus tabung
dengan menampilkan formula, yakni Bobot Badan (lubels) = {lingkar dada (inchi)
kuadrat x panjang badan} (inchi) dibagi 300. Rumus ini disesuaikan oleh
Lambourne dengan mengonversi ke dalam satuan yang cocok dengan kehidupan
masyarakat kita, yakni Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) kuadrat x panjang
badan (cm)} dibagi 10840.
Sejumlah peneliti mencoba membuktikan keakuratan rumus-rumus itu diuji-cobakan
terhadap beberapa kelompok sapi antara bobot taksir dan bobot timbangan.
Hasilnya rumus Scheiffer dan Lambourne lebih mendekati berat real sapi
sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Schoorl
tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen. Perbedaan perhitungan berat pada
mahluk hidup adalah wajar, karena bobot hewan sangat dipengaruhi situasi dan
kondisi lingkungan, yakni gelisah (stress), habis makan, banyak minum atau baru
buang feses. Hewan yang ditimbang sekalipun, akibat buruk perlakuan dan
pengangkutan dapat menyebabkan susut tubuh 5-10%.
Dengan memperoleh angka taksiran bobot hidup, maka persentase karkas dan daging
dapat segera diketahui. Karkas sapi berkisar 47-57 persen dari bobot hidupnya
dan daging 75 persen dari karkas. Karkas adalah potongan daging tulang tanpa
kepala, kaki, kulit dan jeroan. Untuk domba persentase karkasnya sekitar 45
persen dan dagingnya 75 persen dari karkas. Kalkulasi ini sangat penting untuk
dapat memperkirakan jumlah daging dibandingkan jumlah mustahik (penerima
daging kurban) juga dapat dijadikan perbandingan harga apakah hewan kurban yang
dibeli terlalu mahal atau tidak dibanding harga pasaran.
Satu lagi penting kemampuan menaksir amat penting sebagai syarat sah hewan kurban
yaitu menaksir umur. Umur ternak dapat diketahui berdasarkan susunan gigi
geliginya. Mintalah si penjual memperlihatkan susunan gigi seri (berada di
rahang bawah). Bila gigi seri dewasa telah tumbuh (tampak besar dan kuat
seperti kapak, gigi susu kecil-kecil seperti sisir jagung muda), maka hewan
dipandang dewasa/cukup umur (musinnah). Pada domba dan kambing perubahan ini
terjadi pada umur 1-1,5 tahun dan sapi 2-2,5 tahun.
Kemampuan menaksir ini akan semakin baik dan hasil makin akurat bila sering diasah.
Bagi yang sudah mahir seperti blantik atau bakul hewan, kegiatan menaksir hewan
cukup ditilik dari atas mobil atau sepeda motornya. Paling banter mereka cukup
meraba punggung untuk menentukan gemuk atau kurus.
rumus Schoorl yaitu Bobot
Badan (kg) = {lingkar dada (cm) + 22}dikuadratkan dibagi 100. Sementara
Scheiffer mengadopsi rumus tabung dengan menampilkan formula, yakni Bobot Badan
(lubels) = {lingkar dada (inchi) kuadrat x panjang badan} (inchi) dibagi 300.
Rumus ini disesuaikan oleh Lambourne dengan mengonversi ke dalam satuan yang
cocok dengan kehidupan masyarakat kita, yakni Bobot Badan (kg) = {lingkar dada
(cm) kuadrat x panjang badan (cm)} dibagi 10840.
Berikut cara mengukur lingkar dada dan panjang badan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar